Kamis, 29 Maret 2012

Puisi: "Mohon Maaf Lahir Dan Bathin" karya Whandie

Perkataan yang indah adalah ALLAH
Lagu yang merdu adalah ADZAN
Media yang terbaik adalah AL-QURAN
Senam yang sehat adalah SHOLAT
Diet yang sempurna adalah PUASA

Kebersihan yang menyegarkan adalah WUDHU’
Perjalanan yang indah adalah HAJI
Khayalan yang baik adalah ingat DOSA & TAUBAT
Perasaan yang indah adalah KEBAHAGIAAN
Selamat menyambut bulan suci Ramadhan “MOHON MAAF LAHIR BATHIN”

Kata Mutiara: Win Borden

Tuntutlah yang terbaik dari diri sendiri, karena orang lain akan menuntut yang terbaik dari Anda. Orang-orang sukses tidak hanya memberikan proyek kerja keras. Mereka memberikan karya terbaik mereka.

Kata Mutiara: Bill Hybels

Martabat tidak melayang turun dari surga dan itu tidak bisa dibeli atau diproduksi. Ini adalah hadiah yang diperuntukkan bagi mereka yang bekerja dengan tekun.

Puisi: "Sajak Putih" karya Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…

Puisi: "Krawang - Bekasi" karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.

Peribahasa: Rendah gunung, tinggi harapan

Orang bijak yang mempunyai cita-cita yang tinggi. Menaruh harapan yang sangat besar.

Peribahasa: Rasa pedih cuping telinga

Marah karena mendengar hal yang menyinggung perasaan.

Peribahasa: Rasa di bibir tepi cawan

Berbuat atau berlaku seolah-olah sesuatu telah terjadi.

Peribahasa: Ramai beragam, rimbun menyelara

Kebahagiaan seseorang tidak selalu sama bentuknya.

Peribahasa: Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah

Pemimpin yang baik dihormati rakyatnya, dan sebaliknya.

Peribahasa: Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang juga

Budi seseorang yang baik tidak akan dilupakan orang walaupun sudah mati.

Peribahasa: Habis sampan kerong-kerong tak dapat

Melakukan perbuatan yang sia-sia atau tidak berhasil.

Peribahasa: Habis minyak sepasu, ekor anjing diurut tiada akan lurus

Tabiat seseorang yang jahat, sangat sukar untuk diubah

Peribahasa: Habis kapak berganti beliung

Sangat rajin bekerja.

Peribahasa: Habis hulubalang bersiak

Apabila sudah tidak ada orang yang akan diperintah, maka diri sendirilah yang harus mengerjakannya.

Peribahasa: Habis geli oleh geletek, habis rasa oleh biasa

Sesuatu yang kurang menyenangkan itu akan hilang, apabila telah menjadi kebiasaan.

Peribahasa: Habis beralur maka beralu-alu

Mula-mula berunding dengan baik, tetapi kalau tidak dapat juga mencapai persetujuan barulah kekuatan tenaga diadu.

Peribahasa: Habis cupak dari pelelehan

Adat yang dilanggar sedikit demi sedikit itu akhirnya akan dilanggar semua sekali. (pelelehan (leleh) = tiris, bocor).

Peribahasa: Habis akal baru tawakal

Berserah diri kepada Tuhan sesudah habis semua ikhtiar.

Peribahasa: Habis air setelaga, arang dibasuh tak putih

Orang jahat, biarpun diberi kesenangan, namun kalau mendapat kesempatan akan diulangnya juga perbuatan jahatnya itu.

Peribahasa: Yang untut lain, yang mengensot lain

Yang salah berbeda dengan yang dihukum.

Peribahasa: Zaman beralih, musim bertukar

Segala sesuatu (peraturan, hukuman dan sebagainya) hendaklah disesuaikan dengan keadaan zaman.

Rabu, 28 Maret 2012

Puisi: "Orang-orang Miskin" karya W.S Rendra

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.

Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.

Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.

Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.

Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.

Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim.

Puisi: "Pamflet Cinta" karya W.S Rendra

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.

Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.

Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.

Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.

Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
… Sebenarnya apakah harapan?

Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.

Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
*Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.

Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.

Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!

Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.

Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Puisi: "Lagu Seorang Gerilya" karya W.S Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.

Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu

Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata.

Puisi: "Lagu Serdadu" karya W.S Rendra

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah.

Puisi: "Gugur" karya W.S Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya.

Puisi: "Gerilya" karya W.S Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya.

Puisi: "Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang" karya W.S Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

Puisi: "Bahwa Kita Ditatang Seratus Dewa" karya W.S Rendra

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara engkau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerana setiap orang mengalaminya
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahsia langit dan samodra
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
tetapi demi kehormatan seorang manusia.
kerana sesungguhnya kita bukanlah debu
meski kita telah reyot,tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorang pun berkuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak peranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana dahulu kita tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi,dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerana bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan,manusia sesama,nasib dan kehidupan.
Lihatlah! sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahawa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dr kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa hidup kita ditatang seratus dewa.

Puisi: "Aku Tulis Pamplet Ini" karya W.S Rendra

Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !

Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi.

Peribahasa: Lidah tak bertulang

Dengan sangat mudahnya, manusia dapat berbohong dan mengingkari janjinya sendiri.

Selasa, 27 Maret 2012

Puisi: "Gadis Peminta-Minta" karya Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.

Puisi: "Ibu Kota Senja" karya Toto Sudarto Bachtiar

Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi
Di sungai kesayangan, o, kota kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi
Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan

Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja
Mengarungi dan layung-layung membara di langit barat daya
0, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu

Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut

Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta keabadian mimpi-mimpi manusia

Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan

Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa

Sumber-sumber murni menetap terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas
0, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku.

Puisi: "Pahlawan Tak Dikenal" karya Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.

Puisi: "Tentang Kemerdekaan" karya Toto Sudarto Bachtiar

Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara
janganlah takut kepadanya

Kemerdekaan ialah tanah air penyair dan pengembara
janganlah takut padanya

Kemerdekaan ialah cinta salih yang mesra
Bawalah daku kepadanya.

Minggu, 25 Maret 2012

Puisi: "Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa" karya Taufik Ismail

Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.

Puisi: "Ku tahu kau kembali jua anakku" karya Taufik Ismail

Saudara-kandungku pulang perang, tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku

Tiba-tiba dia roboh di halaman dia kami papah
Ibu pun perlahanmengusapi dahinya tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku

Siang itu dia tergolek ibu, lekah perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di tanah

Kauketuk sendiri ambang dadamu anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Ku tahu kau kembali jua anakku.

Puisi: "Sebuah jaket berlumur darah" karya Taufik Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata.

Puisi: "Sajak Putih" karya Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah

Puisi: 'Puisi Kehidupan" karya Chairil Anwar

Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah

Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan

Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku

Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?

Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…

Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…

Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [11]

Diperlukan dua orang untuk menemui kebenaran, satu untuk mengucapkannya dan satu lagi untuk memahaminya.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [10]

Jika kamu menyanyikan lagu tentang keindahan, walau sendirian di puncak gurun, kamu akan didengari.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [9]

Kata-kata tidak mengenal waktu. Kamu harus mengucapkannya atau menuliskannya dengan menyedari akan keabadiannya.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [8]

Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [7]

Alangkah mulianya hati yang sedih tetapi dapat menyanyikan lagu kegembiraan bersama hati-hati yang gembira.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [6]

Pohon adalah syair yang ditulis bumi pada langit. Kita tebang pohon itu dan menjadikannya kertas, dan di atasnya kita tulis kehampaan kita.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [5]

Orang yang berjiwa besar memiliki dua hati, satu hati menangis dan yang satu lagi bersabar.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [4]

Penyair adalah orang yang tidak bahagia, kerana betapa pun tinggi jiwa mereka, mereka tetap diselubungi airmata.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [3]

Tuhan telah memasang suluh dalam hati kita yang menyinarkan pengetahuan dan keindahan;berdosalah mereka yang mematikan suluh itu dan menguburkannya ke dalam abu.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran [2]

Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan – seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran.

Kata Mutiara: Kahlil Gibran

Alangkah buruknya nilai kasih sayang yang meletakkan batu di satu sisi bangunan dan menghancurkan dinding di sisi lainnya.

Peribahasa: Pikir itu pelita hati

Orang yang menggunakan otaknya untuk berfikir akan selalu dapat mengatasi kesukaran/kesulitan yang dihadapinya.

Kata Mutiara: Baron Pierre De Coubertin

Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana bertanding dengan baik.

Majas Pertentangan: Oksimoron

Paradoks dalam satu frase.
Contoh: Keramah-tamahan yang bengis.

Majas Penegasan: Pararima

Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Contoh: Mondar-mandir.

Majas Sindiran: Sarkasme

Sindiran langsung dan kasar.
Contoh: Mampus kamu, manusia tidak tahu diri!.

Majas Perbandingan: Simile

Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layakya, bagaikan dan lain-lain.
Contoh: Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.

Peribahasa: Silap mata pecah kepala

Kalau tidak waspada maka bahaya akan selalu mengancam.

Sabtu, 24 Maret 2012

Puisi: "Doa" karya Taufik Ismail

Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan asmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga
Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin.

Peribahasa: Menaikkan air ke gurun

Melakukan pekerjaan yang sukar sekali.

Kata Mutiara: Michel De Montaigne

Kita tidak bisa bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain.

Pengertian Majas (Gaya Bahasa)

Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang.
Majas terbagi atas:

  1. Majas Penegasan.
  2. Majas Perbandingan.
  3. Majas Pertentangan.
  4. Majas Sindiran

Pengertian Peribahasa

Peribahasa ialah bentuk pengucapan yang banyak dijumpai dalam kesusasteraan lama, sebagai wakil cara berfikir bangsa kita di zaman lama itu.

Peribahasa: Ada nyawa ada rezeki

Selama masih hidup, maka seseorang akan tetap mendapat rezeki.

Pengertian Sajak

Sajak adalah persamaan bumi.
Sajak terbagi atas 6, yaitu:

  1. Sajak Awal, ialah persamaan bunyi yang terdapat pada awal kalimat.
  2. Sajak Tengah, ialah persamaan yang terdapat di tengah kalimat.
  3. Sajak Akhir, ialah persamaan yang terdapat di akhir kalimat.
  4. Asonansi, yaitu persamaan bunyi huruf vokal (huruf hidup) seperti a,i,u,e,o yang terdapat dalam perkataan atau kalimat.
  5. Sajak Sempuna.
  6. Sajak Tak Sempurna.

Pengertian Puisi

Puisi adalah seni tertulis dimana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Terkadang, kita malas untuk membaca sebuah puisi apalagi mengartikannya karena kebanyakan puisi dibuat dengan gaya bahasa tertentu yang rumit untuk dimengerti. Akan tetapi, itulah puisi yang sesungguhnya.

Pengertian Pantun

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun biasanya terdiri atas empat larik atau empat baris bila dituliskan dengan sajak akhir a-b-a-b.

Pantun terdiri atas:

  • Sampiran, merupakan dua baris pertama dan biasanya tidak berkaitan dengan bagian isi.
  • Isi, merupak dua baris terakhir yang merupakan inti dari sebuah pantun.
Jenis lain dari pantun adalah karmina dan talibun.

  • Karmina, merupakan pantun versi pendek (terdiri dari dua baris)
  • Talibun, merupakan pantun versi panjang (enam baris atau lebih)

Majas Pertentangan: Paradoks

Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
Contoh: Dia besar tetapi nyalinya kecil.

Majas Penegasan: Apofasis

Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
Contoh: Saya tidak mau berterus terang kepada wartawan bahwa anda telah menggelapkan uang negara.

Majas Sindiran: Ironi


Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
Contoh: Sungguh indah tulisanmu, sampai sulit untuk saya baca.

Majas Perbandingan: Alegori.


Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman.

Kata Mutiara: Jonathan Swift

Kesehatan selalu tampak lebih berharga setelah kita kehilangannya.

Puisi: "Aku" karya Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih baik tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Apa sih sastra?

Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung intruksi" atau "pedoman", dari kata dasar "sas" yang artinya instruksi  atau ajaran. Dalam kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral).

Yang termasuk dalam kategori sastra antara lain:
  1. Pantun.
  2. Puisi.
  3. Sajak.
  4. Peribahasa.
  5. Kata Mutiara.
  6. Majas.
  7. Novel.
  8. Cerpen (cerita pendek)
  9. Cerita.
  10. Syair.
  11. Sandiwara/drama.
  12. Lukisan.
  13. Kaligrafi.

Jumat, 23 Maret 2012

Pasang Iklan

Sobat sastra mau pasang iklan di Sastra Bersama? Murah kok harganya.
  • Iklan di samping tulisan (postingan): Rp.20.000/bulan.
  • Iklan di atas tulisan (postingan): Rp.50.000/bulan.
Kalau sobat berminat pasang iklan di Sastra Bersama, silahkan hubungi saya ke facebook Bayu Riandhika. Terima Kasih.